Kamis, 07 Juni 2012

Analisis Dramaturgis


Dunia ini panggung sandiwara. Ya, paling tidak itulah gambaran tentang kehidupan ini. Pada tiap individu melekat porsisi dan peran yang harus dimainkan. Erving Goffman menyebutnya konsep Dramaturgi, dalam bukunya berjudul “Presentation of Self in Everyday Life” yang diterbitkan tahun 1959. Goffman melihat banyak persamaan antara pementasan teater dengan berbagai jenis peran yang kita mainkan dalam interaksi dan tindakan sehari-hari. Di semua interaksi sosial terdapat semacam bagian depan (front region) yang ada persamaannya dengan pertunjukan teater. Aktor, baik di pentas maupun dalam kehidupan sosial sehari-hari, sama-sama menarik perhatian karena penampilan kostum yang dipakai dan peralatan yang digunakan. Selanjutnya, di kedua jenis itu ada bagian belakangnya (back region), yakni tempat yang memungkinkan aktor menyiapkan diri untuk pertunjukan berikutnya. Di belakang layar atau di depan layar (menurut istilah teater) para aktor dapat berganti peran dan memerankan diri mereka sendiri (Ritzer dan Goodman, 2007 : 93-94).

Apa Beda Kita Dengan Mereka?

Enam puluh tujuh tahun Indonesia merdeka, paling tidak itulah jumlah tahun bangsa kita tercinta ini bebas berekspresi sampai ditulisnya artikel ini. Hitungan waktu yang cukup lama bagi suatu bangsa untuk membangun peradaban yang maju. Mari kita lakukan analisis terhadap fakta ini, seperti apa fakta berbicara, meruntuhkan konsep ideal atas sebuah kemajuan bangsa. Bagaimana perkembangan pembangunan peradaban bangsa ini dibanding dengan bangsa-bangsa lain di dunia (khususnya bangsa barat)? Tentunya kita sudah mengerti apa jawabnya, dan sepertinya kita sepakat untuk menyimpulkan bahwa bangsa ini tertinggal beberapa langkah oleh bangsa-bangsa barat. Dan kiranya tidak perlu lagi dijelaskan dalam bidang kehidupan apa saja bangsa ini tertinggal. Ketertinggalan ini bukan berarti bahwa....

Berkibarlah Indonesiaku


Inilah Indonesia, tempat dimana aku lahir, hidup dan berkarya. Berbicara tentang Indonesia berarti berbicara tentang keindahan interaksi dan toleransi yang amat besar terhadap keanekaragaman segala bidang kehidupan. Budayanya, ciri fisiknya, pemikiran, dan urusan religi. Indonesia kaya, kawan. Cermatilah apa yang ada dari sabang sampai merauke, paling tidak itulah yang selalu disampaikan guru SD ku. Ini akan menjadi sumber daya yang memiliki daya tarik besar jika industri budaya di menej dengan baik.

Namun, apa yang saya saksikan setiap pagi sebelum beraktivitas merupakan sisi lain Indonesiaku. Seolah jauh dari gambaran indahnya Indonesia. Pemberitaan media massa seolah 100% menceritakan tentang bobroknya negeri ini....

B C D


Hidup itu simpel, seperti apa yang termaktub pada judul tulisan ini. Hidup itu hanya berkisar pada huruf “B C D”. “B” berarti birth, “D” berarti death, dan di tengah-tengah antara birth dan death adalah “C”, yakni choice. Ya, kehidupan ini memang berkisar pada pilihan-pilihan yang muncul sepanjang perjalanan waktu, apa pun, kapan pun, dimana pun, siapa pun, bagaimana pun. Bahkan, diam, abstain, atau golput pun merupakan sebuah pilihan. Pilihan seseorang untuk tidak memilih.

Dalam beberapa kasus, ketika seseorang bingung menentukan pilihan diantara beberapa opsyen, bisa diindikasikan bahwa seseorang tersebut terkena “galau syndrome”. Dan kemudian apa yang membuat seseorang terbebas dari “galau syndrome” sehingga kemudian dia dapat menentukan pilihan?